UNDIP Beri Beasiswa Bagi Mahasiswa Anak Nelayan

UNDIP Beri Beasiswa Bagi Mahasiswa Anak Nelayan

FPIK, SEMARANG – (26/08/2021). Universitas Diponegoro (UNDIP) memberikan beasiswa bagi sejumlah mahasiswa baru di tahun 2021, termasuk yang berasal dari keluarga nelayan dan masyarakat pesisir. “UNDIP tahun ini menerima dan memberi beasiswa bagi lebih dari 20 persen mahasiswa dari keluarga kurang mampu namun memiliki prestasi akademik”, ungkap Rektor UNDIP Prof. Yos Johan Utama, SH.,M.Hum. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada para lulusan sekolah menengah atas yang berprestasi namun memiliki keterbatasan keuangan dan berasal dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk keluarga nelayan dan penduduk pesisir. “Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan di UNDIP, terutama mereka yang memiliki keunggulan atau prestasi di bidang akademik”, tambah Rektor UNDIP.

Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D menjelaskan beasiswa bagi keluarga nelayan dan masyarakat pesisir sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) pengembangan wilayah pesisir, dengan memberikan beasiswa dalam bentuk subsidi atau pembebasan pembayaran Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) selama 8 semester.

“Mahasiswa yang mendapat beasiswa ini adalah lulusan SMA dengan nilai rata-rata lebih dari 8.0, berasal dari keluarga nelayan/masyarakat pesisir dan berasal dari keluarga kurang mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dan kartu keluarga sejahtera”, tambah Dekan FPIK UNDIP yang kerap disapa Prof. Tri.

Syarat lain yang diperlukan untuk mendapatkan beasiswa yaitu, berkelakuan baik dan bebas narkoba, sanggup menyelesaikan kuliah tepat waktu (maksimal 8 semester), rekomendasi pemerintah daerah, ataupun rekomendasi dari Ikatan Keluarga Alumni (IKA) FPIK.

FPIK UNDIP telah menerima 18 pendaftar beasiswa dan sebanyak 6 (enam) mahasiswa telah ditetapkan sebagai penerima beasiswa. “Diharapkan beasiswa yang diberikan membantu meringankan beban orang tua dan memacu mahasiswa untuk lulus tepat waktu, terutama dimasa pandemi covid saat ini yang telah berdampak terhadap kesulitan ekonomi bagi berbagai kalangan masyarakat”, pungkas Prof Tri Winarni Agustini. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

Opening ITroSCo 2021

Opening ITroSCo 2021

FPIK, SEMARANG – Today (18/8), the first day of the opening ITroSCo (International Tropical Summer Course) 2021, was held via zoom platform due to Covid-19 Pandemic. The event started at 4 pm West Indonesia Time, exhibiting AIS (Archipelagic and Island States) video, then continued with the introduction of ITroSCo and the background biography video of Diponegoro University.

After the videos ended, ITroSCo 2021 was proudly opened by Faculty of Fisheries and Marine Sciences Dean, Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D., and our Vice Dean, Dr. Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D. As the show goes on, having the date located one day after Indonesia’s Independence Day, all of the Buddies, consisting of 20 undergraduate students from the Faculty of Fisheries and Marine Science, appeared with red and white flags on their respective cheeks. As Indonesian, we were showing that they are still proud to live and ready to continue the legacy from their ancestors, especially for the fisheries and marine districts. With that fact, the opening continues with all of the attendees singing the national anthem Indonesia Raya.

The following agenda is an opening speech from Mr. Eko Susanto, S.PI., M.Sc., Ph.D., as the Head Committee of ITroSCo 2021. It was followed by the official inauguration by Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D. as the Dean of the faculty, officially opened the annual summer course for this year. The event continues to get introduced by its Vice Head Committee, Mr. Seto Windarto, S.Pi., M.Sc., MP. to introduce the faculty’s academic staff, guests, and the participants. Light talk and easy topic conversation happened at this time within the great atmosphere surrounding the event.

Photo: The Dean of Faculty of Fisheries and Marine Science.

Mr. Eko Susanto explained the history of ITroSCo, knowing that this event has been held since 2019. He also introduced various notable speakers for the lectures that will give the participants countless valuable knowledge from Indonesia and other countries. Teaching methods and rules for all participants were also explained by him, knowing that they were going to spend two weeks straight in this course. Hoping all of the people that are involved in this event can cooperate. From this part, the theme for this year’s ITroSCo event is ‘Traditional Fisheries Technology in Indonesia for Sustainable Eco-Development’ with 66 students from 14 countries.

For the next part, Dr. Mada Triandala Sibero, S.PI., M.Si shared slides per slide, showing several groups that consisted of several participants, with each team having 6-7 people. The Buddies that will accompany all participants also got introduced to their respective partners and groups. Dr. Mada also introduced two big projects from this year’s ITroSCo event, aside from various valuable lectures, ITroSCo’s Got Talent (IGT) and Cultural Exchange. We hope all participants will contribute to these projects and show all the things that may be hidden for too long. The winner from these projects will be allowed to join next year’s ITroSCo event, and if it is held offline, the committee will give the fund.

Photo: The Participants of ITroSCo 2021.

The event was closed by a brief light talk between Amanda, the Master of Ceremony, with one of the participants. Also, an ice-breaking session, playing a game called Mentimeter, that that day’s Person led in Charge, Rayen. The event ended with a huge smile and sighs of relief, knowing that its crucial opening went smoothly, encouraged by all the excitement that radiated from people involved in this event. Another national song from Indonesia, 17 Agustus (August 17th), was played while the committees and buddies bid their goodbyes to all participants. We can not wait to see them again tomorrow for their first lecture. (Committee of ITroSCo 2021)

Sekolah Lapangan Tambak, Jadi Solusi Budidaya Berkelanjutan | Webinar Series #2

Sekolah Lapangan Tambak, Jadi Solusi Budidaya Berkelanjutan | Webinar Series #2

​FPIK, SEMARANG – Departemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP), pekan lalu menyelenggarakan Webinar bertajuk Aquaculture Supporting Mangrove seri ke-2 dengan tema Coastal Field School atau Sekolah Lapangan Tambak pada Rabu (09/06/2021). Webinar seri ke-2 ini menghadirkan sejumlah expert, akademisi dan praktisi lapangan yaitu Benjamin Brown, Ph.D (Charles Darwin University), Syafruddin, S. P (Balai Proteksi Tanaman pangan dan hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan), Ratnawaty Fadilah, M.Si (Departemen Teknologi Pertanian Universitas Negeri Makassar), Weningtyas Kismorodati, M.Si (community development).

Benjamin Brown, Ph.D. selaku Chief Technical Advisor Yayasan Hutan Biru menjelaskan berkaitan dengan webinar seri ke-1, tanggal 2 Juni lalu mengenai Associated Mangrove Aquaculture (AMA), Ben mengatakan bahwa AMA yang diterapkan oleh proyek Building with Nature di Kabupaten Demak menawarkan solusi yaitu pemberian insentif untuk “mengorbankan” sebidang tambak budidaya sepanjang 20 meter untuk rehabilitasi bakau. Mangrove yang terbentuk tersebut kemudian terhubung secara hidrologis dengan ekosistem sungai dan pesisir sehingga mampu mengurangi guncangan dan gangguan seperti banjir. Pendekatan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) tersebut bersama-sama dengan pelaksanaan sekolah lapangan (SL) pembudidaya akan menghasilkan praktik pengelolaan yang lebih baik.

Syafruddin, fasilitator SL dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan yang menjelaskan SL memiliki kelebihan antara lain meningkatkan kemampuan observasi dan pengetahuan petani atau petambak melalui pembelajaran berbasis penemuan, membangun kepercayaan diri dan meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan dan memecahkan masalah, mengubah keyakinan dan perilaku yang telah berakar, mendorong budidaya yang ramah lingkungan. Sedangkan kekurangannya adalah waktu pelaksanaannya cukup, membutuhkan fasilitator yang berpengalaman, biaya cukup mahal. Agar SL bisa berjalan secara efektif dan komprehensif (dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial) diperlukan desain kegiatan yang menarik agar semangat peserta selalu terjaga serta desain monitoring dan evaluasi yang efektif.

Ratna Fadilah dari Yayasan Hutan Biru Makassar, Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa SL dikembangkan sebagai respon terhadap pendekatan pelatihan dan pemberdayaan yang secara umum biasa dilaksanakan namun hasilnya tidak efektif.  SL Tambak melakukan pendekatan yang bersifat inovatif, partisipatif, dan interaktif yang menekankan pada pembelajaran berdasarkan penemuan dan penyelesaian masalah agar masyarakat pesisir mampu membangun rasanya percaya diri serta memperluas pengetahuan lokal secara berkelanjutan.

Keberhasilan SL Tambak juga sangat tergantung pada keberhasilan pengorganisasian kelompok petambak. Weningtyas menegaskan bahwa pengorganisasian kelompok petambak akan memudahkan pencapaian tujuan SL. Durasi waktu Sekolah Lapangan Petambak adalah minimal 1 siklus budidaya tambak (± 3 – 4 bulan) atau berdasarkan topik kultivan yang dipelajari. Di akhir sesi webinar, peserta diajak untuk membandingkan antara demplot pembelajaran dan kebiasaan/pembanding. Hasil akhir SL adalah proses pemahaman secara menyeluruh (holistik) anggota kelompok belajar terhadap persoalan dan penemuan solusi (munculnya critical thinking), bukan mengenai kuantitas atau nominal hasil panen semata.

Secara khusus, Prof. Sri Rejeki, Restiana W. Ariyati dan Lestari L. Widowati dari Departemen Akuakultur FPIK UNDIP memaparkan pelaksanaan Sekolah Lapang di Kabupaten Demak. Sekolah Lapangan berperan secara efektif dalam meningkatkan produksi tambak melalui penerapan teknologi Budidaya Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (LEISA), sehingga mampu meningkatkan pendapatan pembudidaya. 

Prof. Sri Rejeki bersama tim memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada lebih dari 270 petambak di 10 desa di Kabupaten Demak dari tahun 2016 – 2019.  Materi yang diberikan antara lain: Cara Budidaya Ikan yang Baik; pengolahan tambak yang benar; pemantauan kualitas air tambak (pH, salinitas, suhu, oksigen terlarut); pengamatan warna air tambak dengan color card untuk mengetahui pertumbuhan plankton setelah pemberian MOL (pupuk cair) dan penerapan LEISA untuk budidaya tambak yeng berkelanjutan. Selama 3 tahun penerapan LEISA di 10 tersebut memiliki dampak positif yaitu petambak yang telah mengikuti SL mengalami peningkatan produksi bandeng sebanyak 2 kali lipat (200%), peningkatan produksi udang sebanyak 25-50% serta memperkecil resiko kegagalan panen.

Seri ke-2 dari rangkaian 3 Webinar Associated Mangrove Aquaculture yang diselenggarakan melalui aplikasi Zoom dan live streaming YouTube ini diinisiasi oleh Wetland International dan Ecoshape Foundation, dengan kontribusi partner Departemen Akuakultur FPIK UNDIP, NGO Blue Forest dan Wetland Internasional Indonesia.  Antusiasme peserta terlihat dalam sesi QnA yang dipandu oleh moderator Ibu Woro Yuniati. Diskusi berlangsung menarik dengan para narasumber dan Dr. Roel H. Bosma yang ikut berpartisipasi dari Wageningen, The Netherlands melalui platform Zoom. Webinar seri ke-2 ini dapat dilihat secara online melalui tautan YouTube Official FPIK UNDIP. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

Perlindungan Pesisir Laut, Gunakan Konsep Eksistensi Tambak dan Hutan Mangrove | Webinar Series #1

Perlindungan Pesisir Laut, Gunakan Konsep Eksistensi Tambak dan Hutan Mangrove | Webinar Series #1

FPIK, SEMARANG – Departemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) memperkenalkan konsep baru dalam perlindungan pesisir laut, yakni hutan mangrove dan eksistensi tambak bagi petani. Konsep baru ini dinilai berhasil dalam menjaga ketiganya terhadap ancaman abrasi dan penurunan permukaan tanah di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pantura). Guru Besar Departemen Akuakultur FPIK UNDIP, Prof. Dr. Sri Rejeki menjelaskan konsep baru ini bernama Associated Mangrove Aquaculture (AMA) atau sistem tambak terhubung mangrove.

Latar belakang konsep AMA ini adalah adanya penurunan permukaan tanah yang disebabkan berbagai faktor. Mulai dari masifnya penggunaan air tanah, penebangan hutan mangrove yang akhirnya menyebabkan 640 hektar tambak hilang di Kabupaten Demak dan 900 hektar lainnya terdampak akibat penurunan tanah maupun abrasi. Abrasi mengakibatkan morfologi pantai berubah dan garis pantai berpindah. Akibatnya, kualitas lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat juga berubah. Apalagi, banyak petambak yang mulai kehilangan tambak dan menyebabkan pengangguran serta kemiskinan baru. “Konsep AMA ini berbeda dengan sebelumnya, silvofishery. Di mana mangrove tidak ditanam di pematang atau di dalam tambak,” kata Sri Rejeki dalam Webinar Series #1Aquaculture Supporting Mangrove”, yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.

Dalam webinar yang dibuka oleh Dekan FPIK UNDIP, Prof. Dr. Tri Winarni Agustini tersebut menampilkan sejumlah narasumber, yaitu Project Manager and Researcher at The Chair Group Aquaculture and Fisheries (AFI) 2001 – 2019, Dr Roel H Bosma; Dosen Departemen Akuakultur FPIK UNDIP, Restiana Wisnu Ariyati MSi; Pengembang Komunitas pada Building with Nature Project yang memfasilitasi perencanaan 9 desa di Kabupaten Demak, Eko Budi Priyanto; dan peneliti Deltares, Ira Wardani.

Prof. Sri Rejeki menyampaikan umumnya tambak di pinggir sungai atau laut punya tanggul dengan lebar yang sempit atau langsung terhubung dengan badan air tanpa proteksi apapun. Sehingga rawan rob atau gelombang air laut. Konsep silvofishery yang menumbuhkan mangrove di dalam tambak atau pematang, kenyataanya hasil kurang optimal untuk budidaya maupun perlindungan pesisir. Karena penurunan kualitas air dan mangrove terlalu rimbun tanpa perawatan. Sistem AMA, pada prinsipnya adalah memperlebar tanggul yang berbatasan dengan sungai atau laut. “Hal itu sebagai sarana menumbuhkan mangrove untuk green belt. Misal, tambak dengan lebar kurang dari 30 meter dari tepian aliran sungai atau laut, disarankan seluruh tambak sebagai sabuk hijau. Jika di atas 30 meter, maka bangun green belt 10 meter. Caranya dengan mundurkan tanggul tambak dengan membuat tanggul baru secara bertahap. Melalui cara ini biasanya mangrove akan tumbuh seiring terbentuknya sedimen. Kemudian dibangun tanggul baru berikutnya. Prinsip AMA, mangrove tak berada atau tidak ditanam di pematang atau di pelataran tambak. Konsep lama, silvofishery, di mana pantai dan pematang tambak tak terlindungi’’ ujarnya.

Project Manager and Researcher at The Chair Group Aquaculture and Fisheries (AFI) 2001 – 2019, Dr. Roel H Bosma menjelaskan banyak negara yang abai terhadap hutan mangrove ini. Di sepanjang Pantura Jawa, kerusakan hutan mangrove menyebabkan hilangnya permukiman, infrastruktur dan ratusan hektare tambak. Untuk itu perlu dilakukan perlindungan dengan melindungi hutan mangrove yang tersisa. “Kurangi penggunaan air tanah, peningkatan SDM masyarakat melalui pelatihan, mengganti tambak dengan mangrove,” katanya.

Foto: Dekan FPIK UNDIP Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D. sedang melakukan sambutan pada acara webinar series #1 Aquaculture Supporting Mangrove. 

Dalam sambutannya Dekan FPIK UNDIP, Prof. Dr. Tri Winarni Agustini mengatakan webinar tersebut akan terbagi menjadi tiga series. Dua webinar lanjutan akan diselenggarakan dua pekan mendatang. “Ini momen bagus untuk mencermati tentang peran akuakultur dalam berkontribusi untuk pemulihan ekosistem mangrove,” tutur Tri Winarni.

Ketua Departemen Aquakultur FPIK UNDIP, Dr. Sarjito MAppSc sangat mengapresiasi terselenggaranya webinar ini. Webinar ini merupakan kolaborasi internasional dan disebar luaskan pada stakeholder pada bidang perikanan budidaya khususnya. Pembaharuan konsep, pola pikir dan teknologi akan terus dilakukan oleh peneliti – peneliti departemen ini untuk mendukung budidaya ramah lingkungan dan dalam meningkatkan ekonomi pesisir.

Di akhir sesi, Lestari Widowati, M.Si selaku master of ceremony sekaligus moderator, memandu diskusi beberapa pertanyaan dari peserta melalui zoom meeting dan YouTube channel. Isu kepemilikan lahan, banjir rob, dan peningkatan produksi udang pada system AMA menarik antusiasme dari peserta webinar dan menjadi bahan diskusi yang menarik. Ucapan terima kasih kepada para donor dari Ecoshape foundation dalam project Building with Nature Indonesia disampaikan oleh Riri untuk mengakhiri webinar sesi 1 ini. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan UNDIP Cetak Lulusan Berkualitas

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan UNDIP Cetak Lulusan Berkualitas

FPIK, SEMARANG – Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP) berkomitmen menghasilkan profil lulusan berkualifikasi COMPLETE dengan Standar KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) Level 6 serta SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) yang terpercaya.

Sebagai perguruan tinggi berbadan hukum, UNDIP tidak hanya berusaha mencetak mahasiswa yang mandiri, mumpuni serta tangguh dalam ilmu pengetahuan; jati diri UNDIP juga diwujudkan dalam profil lulusan yang COMPLETE.

Konsepsi profil COMPLETE adalah target yang ingin dicapai Kampus Diponegoro untuk menghasilkan lulusan yang mampu berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan baik (Communicator),  Professional (bekerja sesuai prinsip, pengembangan berdasar prestasi dan menjunjung tinggi kode etik), memiliki jiwa kepemimpinan, yang proaktif serta bisa memotivasi dan bekerjasama (Leader), memiliki ketrampilan berwirausaha, inovatif, mandiri (Entrepreneur), sekaligus menjadi Thinker yang selalu berpikir kritis, terus belajar dan meneliti; serta mampu berperan menjadi agen perubahan (Educator).

Ketua Program Studi THP FPIK UNDIP, Prof. Dr. Ir. Eko Nurcahya Dewi, M.Sc, menyatakan komitmen mencetak lulusan dengan profil COMPLETE berlaku di semua program studi yang ada di Kampus Diponegoro. Untuk Program Studi THP, selain diakui masuk dalam Level 6 KKNI, juga diberikan SKPI kepada lulusannya. “SKPI atau Diploma Supplement adalah surat pernyataan resmi berisi informasi tentang pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan pendidikan tinggi bergelar yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. SKPI bukan ijazah, namun dapat membantu pemegangnya mendapatkan pengakuan atau rekognisi,” kata Eko Nurcahya Dewi, Kamis (6/5/2021).

Beliau menegaskan bahwa SKPI adalah dokumen tambahan, bukan pengganti ijazah. Adapun informasi yang ada di dalamnya selain pencapaian akademik, juga ada deskripsi capaian pembelajaran lulusan pada jenjang KKNI yang relevan dan dalam suatu format standar yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. “Memang SKPI bukan dokumen yang secara otomatis pemegangnya mendapat pengakuan, tapi akan membantu identifikasi profil lulusan dan kualifikasinya,” dia menambahkan.

Foto: Aktitvitas praktikum mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan FPIK UNDIP 

Program Studi THP FPIK UNDIP yang berdiri tahun 2002, sejak tahun 2012 sudah mengantongi Akreditas A dari BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Penetapan status akreditasi terbaru berdasarkan SK No 5053/SK/BAN-PT/Akred/S/XII/2017 yang berlaku sampai dengan 27 Desember tahun 2022.

Melihat kekayaan sumberdaya perairan Indonesia yang melimpah baik hewan maupun tumbuhan yang berasal dari hasil tangkapan maupun budidaya, Program Studi THP UNDIP intensif melakukan penelitian terhadap organisme ikan, udang, rumput laut, bakau dan lainnya agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tinggi yang mampu bersaing di pasar global. “Penelitian kami mencakup produk-produk perikanan, baik produk pangan maupun non-pangan. Cakupan produk perikanan ini sangat luas, tidak hanya produk pangan saja, ada produk-produk farmasi, kerajinan serta pemanfaatan limbahnya,” dia menegaskan.

Adapun pelaksanaan pengajaran dan riset di Program Studi THP didukung dosen yang terdiri dari 3 profesor, 3 doktor, dan 3 kandidat doktor serta 7 magister.  Proses belajar mengajarnya juga didukung tersedianya laboratorium yang lengkap, yaitu laboratorium pengolahan, laboratorium produksi dan pengemasan, laboratorium analisa mutu dan laboratorium mikrobiologi. Tersedia juga laboratorium terpadu UNDIP di Semarang, dan mini plant industri perikanan di Marine Science Technopark UNDIP Teluk Awur, Jepara.

Saat ini, Program Studi THP FPIK UNDIP melaksanakan Program Kurikulum Merdeka Merdeka Belajar seperti Kampus Mengajar. Dalam konteks ini, setiap kegiatan mahasiswa di luar Kampus akan dikonversikan dengan mata kuliah yang ada di program studi. Kurikulum terbaru yang dipakai saat ini merupakan hasil evaluasi dari kurikulum sebelumnya berdasarkan masukan dari stakeholder yang ada. “Kurikulum selalu diperbarui setiap 5 tahun untuk menyesuaikan dengan tuntutan pengguna atau stakeholder,” tukasnya. (Tim Humas UNDIP)

Terobosan Profesor-Profesor Baru UNDIP

Terobosan Profesor-Profesor Baru UNDIP

FPIK, SEMARANG – Universitas Diponegoro kembali menggelar presentasi calon guru besar di Ruang Sidang Senat Akademik UNDIP yang dihadiri oleh Ketua, Wakil, dan Sekretaris Senat Akademik, dan juga Dewan Profesor. Rapat Pleno Dewan Profesor Senat Akademik ini diselenggarakan secara daring dan luring.

Presentasi pertama oleh Dr. sc. Agr. Iwan Rudiarto, S.T., M.Sc., dosen Fakultas Teknik (FT) UNDIP yang memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Perencanaan dan Pengembangan Desa Inklusif: Pendekatan Multi Dimensi Perencanaan & Pengembangan Desa Berkelanjutan”. Kondisi dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat desa berkaitan erat dengan adanya sumber daya, akan tetapi tingginya pergerakan warga desa menuju kota menyebabkan perubahan struktur sosial dan ekonomi masyarakat desa. Faktor lain seperti faktor finansial, sosial, dan fisik yang disebut livelihood asset sangat mempengaruhi ketersediaan sumber daya lahan pedesaan. Diperlukan adanya permodelan sumber daya dan sosioekonomi pedesaan serta permodelan strategi pengembangan di masa depan. Dengan identifikasi karakteristik sosioekonomi secara spasial, dapat dilihat perbedaan signifikan daerah yang maju dan kurang maju, komparasi wilayah pedesaan, dan perbedaan tipologi. Environmental issue seperti degradasi lahan juga mempengaruhi ketahanan dan kondisi ekonomi masyarakat desa. Melalui penelitiannya, dosen yang juga anggota Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Nasional ini fokus pada pengembangan wilayah pinggiran dan pedesaan di Kota Semarang, dengan mengidentifikasi ketahanan desa (rural resilience), kerentanan dan mitigasi bencana di wilayah pesisir, dan penataan ruang desa dari aspek pemanfaatan sumber daya lahan.

Presentasi kedua disampaikan oleh Dr. Ir. Fronthea Swastawati, M.Sc. yang merupakan dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP. Berlandaskan fakta bahwa tingkat konsumsi ikan di Indonesia terus meningkat, beliau mengangkat tema “Inovasi Teknologi Asap Cair Untuk Pengolahan Hasil Perikanan Menuju Revolusi Industri 4.0 di Indonesia”. Salah satu produk utama hasil pengolahan ikan di Jawa Tengah yaitu ikan asap, dan kini dapat diolah dengan teknologi asap cair. Asap cair (liquid smoke) mempunyai banyak kelebihan dibanding metode pengasapan ikan secara konvensional, antara lain ikan dapat matang secara merata dengan lebih cepat, tidak gosong, terhindar dari efek karsinogen, ramah lingkungan, dan sebagai pemberi rasa sekaligus aroma asap (smoke flavours). Penggunaan teknologi asap cair tidak hanya untuk ikan asap, tapi juga dapat digunakan pada pengolahan ikan segar, bakso, nugget, dan bahan pangan lainnya. Pengembangan inovasi mesin asap cair ini didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian dari dosen FT dan FPIK UNDIP ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat terutama di Semarang dan Provinsi Jawa Tengah. Dengan penelitian ini diharapkan UNDIP dapat fokus meneliti wilayah Provinsi Jawa Tengah dan pesisir utara Pulau Jawa dengan tema urbanisasi dan transformasi desa-kota. Dalam sektor perikanan, dengan teknologi asap cair UNDIP berkontribusi untuk eksplorasi potensi sumber daya hasil laut, meningkatkan efektivitas dan produksi olahan produk perikanan, serta memperluas akses pasar dengan manajemen lebih modern. (Sumber: www.undip.ac.id).