Universitas Diponegoro Raih Peringkat ke-8 dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke-34

Universitas Diponegoro Raih Peringkat ke-8 dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke-34

​FPIK, SEMARANG – Serangkaian kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-34 tahun 2021 yang diselenggarakan sejak tanggal 25 Oktober hingga 29 Oktober 2021 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah sampai pada puncaknya. Closing ceremony PIMNAS ke-34 digelar secara luring terbatas di Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga secara daring melalui kanal Youtube USU, Jum’at (29/10) malam. Sebanyak 37 kontingen PKM dari Universitas Diponegoro (UNDIP) berhasil menempatkan UNDIP dalam peringkat 10 besar, tepatnya menduduki peringkat ke-8 secara nasional, naik tiga peringkat dari tahun sebelumnya.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D., mengungkapkan rasa bangga dan terima kasih terhadap perjuangan yang telah diberikan untuk kegiatan PIMNAS ke-34 ini. “Saya selaku Wakil Rektor 1 bidang Akademik dan Kemahasiswaan, mengucapkan terima kasih atas segenap perjuangan yang sudah kalian dilakukan. Tetap semangat para Diponegoro Muda”, ungkap Prof Budi. Selain itu, Prof Budi mengungkapkan bahwa pihak Universitas akan mengapresiasi semua kontingen yang lolos ke ajang final PIMNAS ke-34. “Jadi kalian tetap kita apresiasi perjuangannya, sebagai peserta yang lolos PIMNAS, Universitas memberikan reward akademik dan non akademik”, jelasnya.

“Selamat kepada mereka yang mendapatkan medali, perjuangan kalian luar biasa, mudah-mudahan itu menjadi torehan sejarah yang berguna bagi kalian. Dan saya ucapkan selamat bagi kalian yang belum mendapatkan medali, masih ada kesempatan PIMNAS di tahun depan”, tambah Prof Budi.

Foto: Universitas Diponegoro berada di peringkat ke-8 dalam ajang PIMNAS ke-34. (Sumber: YouTube Pusat Prestasi Nasional)

Dalam ajang ilmiah tahunan berskala nasional itu, kontingen PKM Undip berhasil menyabet 10 medali. Dengan rincian perolehan medali untuk kategori presentasi sebanyak 6 medali terdiri dari 1 emas, 1 perak, dan 4 perunggu. Sedangkan 4 medali untuk kategori poster yang terbagi atas 3 emas dan 1 perunggu.

Berikut daftar peraih medali yang berhasil diraih oleh kontingen PKM Undip dalam PIMNAS ke-34:

1. Emas Presentasi (PKMRE-6)
 

Judul: Pemanfaatan Sereh Dapur (Cymbopogon citratus) dalam Enkapsulasi Bersalut Alginat Kitosan sebagai Sumber Kebutuhan Antioksidan.

Ketua Tim: Sadam Arrois.

2. Emas Poster (PKMRE-6)
 

Judul: Pemanfaatan Sereh Dapur (Cymbopogon citratus) dalam Enkapsulasi Bersalut Alginat Kitosan sebagai Sumber Kebutuhan Antioksidan.

Ketua Tim: Sadam Arrois.

3. Emas Poster (PKMRE-10)
 

Judul: Pelapis Superhidrofobik-Superoleofilik Berbahan Silika dengan Hexamethyldisilazane dan Methyltrimetoxysilane sebagai Pemisah Tumpahan Minyak di Laut.

Ketua Tim: Jesica Rahmaningrum.

4. Emas Poster (PKMRE-4)
 

Judul: Bio-Scrubber Berbahan Bacterial Cellulose Terimpregnasi Antibakteri Flavonoid dari Daun Kelor sebagai Solusi Substitusi Mikroplastik.

Ketua Tim: Afriza Ni’Matus Sa’Adah.

5. Perak Presentasi (PKMK-6)
 

Judul: Inovasi Gel Aromaterapi Antikantuk dari Limbah Minyak Jelantah dan Ekstrak Serai Wangi dengan Metode Adsorbsi untuk Mendukung Belajar Online.

Ketua Tim: Sulhan Efendi.

6. Perunggu Presentasi (PKMK-1)
 

Judul: Inovasi Produk Ekstrak Daun Ketapang untuk Penstabil pH Air Pencegahan Penyakit Busung Ikan Hias sebagai Penopang Perekonomian Era Pandemi.

Ketua Tim: Meitri Bella Puspa.

7. Perunggu Presentasi (PKMK-6)
 

Judul: Inovasi Smart Pop-Up Batik Book Dilengkapi Fitur Augmented Reality, Website Terintegrasi, serta Batik Kit sebagai Media Interaktif Pembelajaran Batik.

Ketua Tim: Gusti Fattahillah Putra Merdeka.

8. Perunggu Presentasi (PKMKC-4)
 

Judul: Sistem Automasi Pompa di Polder dan Peringatan Dini untuk Mengantisipasi Banjir Berbasis Internet of Things dan Machine Learning.

Ketua Tim: Rifaldi Kallolangi.

9. Perunggu Presentasi (PKMRE-4)
 

Judul: Bio-Scrubber Berbahan Bacterial Cellulose Terimpregnasi Antibakteri Flavonoid dari Daun Kelor sebagai Solusi Substitusi Mikroplastik.

Ketua Tim: Afriza Ni’Matus Sa’Adah.

10. Perunggu Poster (PKMRE-1)
 

Judul: Andrographolide-Loaded Nanoniosome tanpa Kolesterol Sambiloto (Andrographis Paniculata) sebagai Penghambat Main Protease (Mpro) SARS-CoV-2.

Ketua Tim: Muchammad Faris.

Pada ajang final PIMNAS ke-34, Universitas Gadjah Mada (UGM) keluar sebagai Juara Umum. Diikuti Institut Pertanian Bogor (IPB) di posisi kedua, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berada di posisi ketiga. PIMNAS ke-34 merupakan kompetisi ilmiah bergengsi mahasiswa tingkat nasional yang digelar setiap tahunnya oleh Kemendikbudristek. Pada penyelenggaraan tahun ini, PIMNAS ke-34 diikuti sebanyak 3.126 mahasiswa yang tergabung dalam 735 tim dari 108 perguruan tinggi se-Indonesia. (Sumber: undip.ac.id | Tim humas UNDIP).

Hebat! Mahasiswa Kelautan UNDIP Raih Medali Perak di PON XX Papua 2021

Hebat! Mahasiswa Kelautan UNDIP Raih Medali Perak di PON XX Papua 2021

FPIK, SEMARANG – Rezza Octavia, atlet panahan Papua menyumbangkan medali perak di PON XX yang berlangsung di venue panahan Kampung Harapan, Kabuapten Jayapura. Dikutip dari laman Humas PB PON, Selasa (5/10), Rezza menyumbang medali perak nomor FITA recurve perorangan putri. Diketahui bahwa Rezza Octavia merupakan mahasiswi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP). Dekan FPIK UNDIP, Prof. Tri Winarni Agustini mengaku bangga atas prestasi yang ditorehkan oleh Rezza dengan mempersembahkan medali perak di ajang PON XX Papua.

Selain Rezza Octavia, ada tiga mahasiswa UNDIP lainnya yang juga berhasil meraih prestasi pada ajang PON XX Papua dengan menyabet 4 medali dari cabang olahraga (cabor) panahan dan sepatu roda. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Syahara Khoerunisa dari Program Studi Manajemen, Abigail Guinevere Puteri Nimas Ayu dari Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Alifia Meidia Namasta Program Studi Ilmu Gizi.

Mahasiswi UNDIP Program Studi Ilmu Gizi, Alifia, mewakili kontingen PON Provinsi DKI Jakarta dan berhasil meraih 3 medali Emas sekaligus pada cabang olahraga sepatu roda. Sementara itu, untuk medali lain dari cabor sepatu roda juga disumbangkan mahasiswi UNDIP Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yakni Abigail Guinevere Puteri Nimas Ayu. Mewakili kontingen PON Jawa Tengah, Abigail bertanding pada nomor Marathon 42.000 meter putri. Pertandingan tersebut berlangsung 3 putaran sebelum akhirnya memastikan pemenang. Abigail menorehkan waktu tercepat ke-3 dengan 1 jam 19 menit 13,03 detik dan berhak atas medali Perunggu pada PON XX Papua. Adapun di posisi pertama dan kedua diraih atlet kontingen PON DKI Jakarta dengan torehan waktu 1 jam 19 menit 13,01 detik dan 1 jam 19 menit 13,02 detik.

Peraih medali cabor panahan ada Rezza Octavia dari Program Studi Ilmu Kelautan UNDIP. Ia mewakili kontingen PON Papua dan bertanding di nomor Recurve Individual Putri. Turun pada cabor yang mengandalkan akurasi ini, Rezza menjadi atlet muda Papua pertama yang berhasil masuk dalam pelatnas panahan dan mendapatkan medali perak. Selain itu, ia juga menjadi bagian dari atlet Olimpiade Tokyo beberapa waktu yang lalu. Torehan perak selanjutnya juga diraih oleh mahasiswa UNDIP Program Studi Manajemen yakni Syahara Khoerunisa. Ia berhasil menyabet 1 medali Perak saat bertanding di nomor Compound Perseorangan Putri mewakili kontingen PON Banten.

Selamat kepada para mahasiswa UNDIP yang berhasil meraih kejuaraan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua Cabang Olahraga Panahan dan Sepatu Roda. Congratulations on achieving such a significant milestone. (Adm)

 

Sumber berita:

https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5756898/4-mahasiswi-undip-raih-enam-medali-pon-xx-papua-ada-yang-sumbang-emas

https://www.antaranews.com/berita/2436249/rezza-octavia-sumbang-medali-perak-untuk-papua

Ranny Ramadhani, Alumni Ilmu Kelautan FPIK UNDIP Diakui DIVE Magazine Sebagai Women in Conservation

Ranny Ramadhani, Alumni Ilmu Kelautan FPIK UNDIP Diakui DIVE Magazine Sebagai Women in Conservation

FPIK, SEMARANG – Bagi Ranny Ramadhani Yuneni, hasrat untuk ikut menjaga kelestarian dunia kelautan dirasakan mulai tertanam sejak dirinya kuliah di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada tahun 2009. Saat menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP, Ranny merasa bahwa pilihannya tepat dan dia benar-benar jatuh cinta pada kelautan. Oleh karena itu, setelah lulus, perempuan kelahiran Cilacap 20 Maret 1991 ini memilih berkativitas di bidang kelautan secara total. Sejak tahun 2013, dia memilih bekerja di WWF (World Wide Fund for Nature) Indonesia.  “Saat ini saya menjadi anggota WWF Indonesia pada Progam Kelautan dan Perikanan di Indonesia, khususnya mengkoordinir Spesialis Konservasi Hiu dan Pari,” kata Ranny saat diwawancara, Kamis (15/7/2021).

Ranny yang saat ini tengah menyelesaikan Program Studi Magister (S2) Ilmu Lingkungan Pascasarjana di Universitas Udayana Bali, mengaku bekerja dalam isu spesies laut (marine species) terutama Marine Megafauna seperti Hiu dan Pari. Sudah sembilan tahun lebih menjalani kegiatan di konservasi dan kelautan, alumni SMA N 2 Tanggerang ini mengaku tekadnya terjun ke bidang ini semakin kuat setelah bergabung di Marine Diving Club (MDC) sebagai anggota angkatan XVII sejak tahun 2010.

“Setelah itu, saya bereksplorasi menyelam di banyak perairan dalam dan luar negara Indonesia dengan setidaknya >450 logs dive dengan level Advance OW PADI. Dalam memulai karir, saya ditempatkan di area yang cukup terpencil di Raja Ampat Papua untuk mengedukasi anak-anak terkait dengan pentingnya mencintai dan merawat terumbu karang dan Hiu di lautan,” dia menuturkan pengalamannya. Atas kecintaan dan konsistensi dalam merawat spesies yang ada di laut, saat masih berusia 20 tahun, Ranny dinobatkan menjadi Manta Ambassador untuk mendukung adanya riset berkala Pari Manta di Kepulauan Komodo, Nusa Tenggara Timur tahun 2013. Sejak itu pula dia semakin konsisten mendukung pemerintah dalam pengelolaan Hiu dan Pari secara berkelanjutan.

Foto: Dikutip dari halaman Instagram milik Sally Snow

on a dive to recover an acoustic receiver with #LAMAVE and @wwfphilippines in the Sulu Sea”

Ia juga terus berinovasi dalam pengembangan teknologi mitigasi bycatch spesies laut dengan tujuan meningkatkan keloloshidupan (survival rate) spesies-spesies tersebut yang tertangkap secara tidak sengaja (bycatch). Selain itu, dia juga mendukung beberapa riset daya dukung wisata penyelaman di kawasan perlindungan laut dan aktif berperan dalam kampanye penurunan konsumsi hiu di WWF Indonesia yang dikenal dengan #SOSharks Campaign.

“Sebagai alumni UNDIP, saya sangat bangga. Banyak ilmu tentang kelautan yang saya peroleh di kampus yang sangat membantu dalam kegiatan yang saya lakukan sekarang. Bagi saya arti kesuksesan adalah dapat membagi ilmu seluas-luasnya dan dapat berperan untuk me-“mainstreaming”kan spesies laut terutama Hiu dan Pari di Indonesia,” terang perempuan alumni SMP N 1 Tanggerang.

Keterlibatannya dalam penelitian atau riset tentang dunia kelautan sekarang ini juga makin intens. Dalam program konservasi Hiu-Pari yang melibatkan lebih dari 60 mahasiswa misalnya, cakupan kegiatannya sudah menyebar dari wilayah Indonesia bagian Barat hingga Timur. Tak heran kalau namanya tercantum dalam berbagai publikasi seperti skripsi, tesis dan jurnal di 22 Universitas di Indonesia; juga kontribusinya dalam penyediaan data kelautan secara nasional. Ranny juga terus giat menginisiasi pelaksanaan Hiu-Pari Indonesia yang digelar sejak tahun 2015 sampai tahun 2021. Di forum ini, lebih dari 350 riset nasional dan regional yang telah dipresentasikan, mulai dari biologi-ekologi, sosial-ekonomi, serta pengelolaan-konservasi. Ranny juga aktif dalam Threatened Species Working Group (TSWG) CTI-CFF yang melingkupi enam (6) negara di area segitiga terumbu karang dunia.

Foto: Dikutip dari halaman undip.ac.id

Foto: Ranny mengenakan baju warna merah. Dikutip dari halaman Instagram milik Riyanni Djangkaru Serunya liburan di Bali, semakin banyak turis dari penjuru dunia yang memilih bersenang-senang disini. Ada yang memilih paket liburan hemat….”

Foto: Dikutip dari halaman Instagram milik Ranny RamadhaniThere is always more to thank for than to complain about 😋 But anyway, menyelam dengan Pari Manta itu selalu menjadi salah satu pengalaman yang gak pernah bosan dilakukan! ….

Foto: Ranny Ramadhani Yuneni, alumni Program Studi Ilmu Kelautan angkatan 2009.

Selama karirnya, perempuan yang sudah menjadi member Shark Specialist Group (SSG) Asia (sebelumnya hanya Asia Tenggara) International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2016 ini mendapatkan pengakuan sebagai Women in Conservation di DIVE Magazine United Kingdom, dan dari WWF-Singapore dalam isu penyelamatan spesies terutama Pari Manta (manta rescue issue) dan spesies laut lainnya. “Seneng banget, ini merupakan penghargaan yang luar biasa dalam karir saya. Tidak mudah mendapatkan penghargaan yang diinisiasi dari luar negeri ini,” ujar Ranny yang juga pernah magang di Species Endagered, Thretened and Protected (ETP) Jawa Timur, Maluku hingga Dobo – Kepulauan Aru.

Saran buat para mahasiswa UNDIP di tengah pandemi Covid-19, Ranny menyampaikan, agar mahasiswa sering-sering membuka laman Linkedin, terus perbanyak jaringan/networking dari semua lini baik itu pemerintahan, akademisi, NGO/LSM, dan swasta. “Selain itu, jangan lupa bahwa alumni FPIK UNDIP juga tersebar di mana – mana, sehingga bertanya ataupun berkomunikasi dengan alumni juga sangat membantu mahasiswa saat ini untuk memberikan insight. Semangat!,” pungkasnya. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

FPIK UNDIP Aplikasikan “Kampus Merdeka” Sejak Dulu, Terbukti dari Kisah Yelfia

FPIK UNDIP Aplikasikan “Kampus Merdeka” Sejak Dulu, Terbukti dari Kisah Yelfia

FPIK, SEMARANG -​ Program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar yang telah diberlakukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makariem sejak tahun 2019 terus dikembangkan di berbagai perguruan tinggi. Tidak terkecuali Universitas Diponegoro (UNDIP), khususnya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Program tersebut sesuai dengan tujuan UNDIP sebagai universitas riset yaitu untuk menghasilkan lulusan yang COMPLETE, dan unggul di kancah nasional maupun internasional.

Upaya FPIK dalam mendukung program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar sudah diaplikasikan sejak lama. Tidak sedikit hubungan kerjasama yang telah dilakukan FPIK bersama kampus-kampus luar negeri, selain itu jejak prestasi alumni yang meningkatkan kredibilitas FPIK di masyarakat. Salah satu alumni FPIK, bernama Yelfia, yang berhasil menjadi role model dalam dunia bisnis makanan olahan ikan. Dahulu Yelfia adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK UNDIP. Berkat kegigihan, keuletan, motivasi, semangat inovasi belajar dan jiwa wirausahanya, kini Yelfia berhasil merintis usaha makanan olahan ikan berlabel MaRiSa Food yang justru secara akademik berada di luar disiplin ilmunya. Usaha makanan olahan ikan yang dijalani Yelfia ini, masuk dalam kategori disiplin ilmu Teknologi Hasil Perikanan.

Yelfia mengaku keberhasilannya dalam merintis usaha ini tidak luput dari peran FPIK UNDIP dalam membimbingnya ketika duduk di bangku kuliah. “Ya benar sekali, waktu saya kuliah, saya tertarik sekali dengan mata kuliah kewirausahaan, dari situ saya belajar banyak,” kata Yelfia.

Di tangan Yelfia, ikan lele menjadi berbagai macam produk olahan yang menarik. Ia mendirikan MaRiSa Food pada tahun 2011 dengan membuat produk makanan berbahan dasar ikan lele. Awalnya ia mengolah lele menjadi abon lele saja namun kini telah berkembang menghasilkan berbagai produk olahan ikan seperti ladrik, kripik kulit, fillet crispy, bakso, fish roll, nugget, tahu bakso, pastel abon dan otak-otak.

“Usaha yang saya jalani sekarang tidak terlepas dari latar belakang pendidikan di Jurusan Perikanan. Lulus kuliah saya bekerja di perusahaan swasta nasional, yang bergerak dibidang pengolahan ikan. Tiga tahun bekerja di sana, saya resign kemudian 1,5 tahun berikutnya saya mulai merintis usaha olahan ikan berbekal pengalaman kerja dan ilmu akademis yang dimiliki. Tentu modalnya adalah kesabaran, keuletan, terus berinovasi dan selalu konsisten untuk menghasilkan produk yang hiegenis, aman dan bergizi,” tuturnya.

Foto: Dua varian produk MaRISa Food

“Awal-awal pemasaran produk MaRISa Food dari rumah ke rumah, melalui media sosial, selanjutnya mendapatkan izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) dan bergabung dalam program Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Purbalingga hingga pada akhirnya bisa memasuki toko-toko modern. Produk kami tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti borax, MSG dan bahan pengawet lainnya, sehingga terjamin mutunya dan aman dikonsumsi. Kedepan saya berharap tidak hanya mengolah ikan lele tetapi juga bervariasi dan berinovasi mengolah jenis ikan yang lain,” lanjutnya.

Yelfia mengatakan FPIK merupakan jurusan yang yang sesuai dengan passion-nya, ia masuk melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) angkatan tahun 2002 dan lulus pada tahun 2006. “Pengalaman menjadi mahasiswa UNDIP tentunya banyak sekali, terutama mendapatkan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat dan saya butuhkan dalam dunia kerja, saya mempunyai fighting spirit, berjuang dalam keterbatasan, membagi waktu antara menjadi akademisi dan berorganisasi,” ungkapnya.

Program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar merupakan bentuk dukungan institusi termasuk perguruan tinggi dalam menjalankan program Kampus Merdeka. Diharapkan dengan diadakan program seperti ini bisa membantu pemerintah dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berprestasi. (Kutipan dari: undip.ac.id | Adm)

Cari tahu selengkapnya tentang MaRISa Food di Instagram dan Website.

Djoko Hartoyo Alumni UNDIP yang Dipercaya Jadi Asdep Menko Maritim dan Investasi

Djoko Hartoyo Alumni UNDIP yang Dipercaya Jadi Asdep Menko Maritim dan Investasi

FPIK, SEMARANG – Di usia kurang lebih 63 tahun, Universitas Diponegoro (UNDIP) yang didirikan pada tanggal 9 Januari 1957 sebagai Perguruan Tinggi Swasta dan baru mendapat status sebagai Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 1961 dalam perjalannya banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Beberapa menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Salah satunya adalah Djoko Hartoyo, sosok yang kini dipercaya sebagai Asisten Deputi (Asdep) Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves) RI sejak tahun 2019 sampai sekarang.

Djoko yang merupakan alumni angkatan pertama dan lulusan pertama Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) yang saat ini menjadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP pada 1992 tersebut sudah berada di kementerian ketika masih bernama Kemenko Kemaritiman RI (2014-2019). “Saat ini tugas saya di pemerintahan Presiden Jokowi sebagai Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kemenko Marves RI. Tugas utamanya melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dari semua stakeholder,” kata Djoko Hartoyo saat diwawancara, Selasa (6/7/2021).

Dalam posisi itu dia harus melakukan koordinasi dengan mitra kerja dari lembaga lain mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemda Provinsi maupun Kabupaten/kota. “Jadi kalau permasalahan kita selesaikan, misalkan untuk membangun jalan melewati hutan produksi jadi ada PUPR dalam hal ini Bina Marga, ada KLHK yang dalam hal ini adalah Ditjen Planologi dan KSDAE, serta Pemda,” jelas laki-laki kelahiran Cilacap, 20 Oktober 1968.

Yang terbaru, saat ini, Djoko yang juga alumnus Magister Ilmu Kelautan Universitas New Wales Selatan, Sydney – Australia 2002 tengah disibukkan menangani pengembangan industri dan perkotaan baru Rebana (Cirebon-Patimban-Kertajati) yang mulai digarap pada Juli 2021. Sebanyak 88 proyek prioritas infrastruktur disiapkan untuk pengembangan kawasan dengan alokasi anggaran senilai Rp 240,75 triliun.

“Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum pengembangan kawasan Rebana masih kami tunggu. Kalau Perpres sudah terbit, kami akan langsung bergerak meski sekarang pun penyiapan dan pematangan program pembangunan kawasan Rebana tetap kami lakukan,” kata Djoko yang juga ambil Program Profesi Insinyur, UGM tahun 2020.

Menurut dia, program lain yang harus ditanganinya adalah pembangunan dan rehabilitasi beberapa waduk. Program yang merupakan bagian dari pengembangan kawasan terintegrasi itu melibatkan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah, termasuk dukungan anggaran dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan sektor swasta. ”Sampai tahun 2022, kami fokus pada persiapan. Selama ini, masalah utama proyek infrastruktur adalah lahan. Ini akan menjadi perhatian utama,” imbuhnya.

Djoko Hartoyo yang kini menjabat Ketua Keluarga Alumni Kelautan dan Oseanografi (KEKAL) UNDIP ini mengakui bekal yang diperoleh dari almamaternya sangat membantunya dalam pengembangan karier. Yang pasti, dia sangat terkesan saat belajar di kampus UNDIP. Selama belajar di UNDIP dirinya diperkenalkan kepada banyak hal khususnya di Ilmu dan Teknologi Kelautan. “Selaku alumni saya mengucapkan terima kasih kepada UNDIP sebagai lembaga yang turut membentuk karakter dan keahlian saya. Khususnya kepada para dosen yang selalu membimbingnya hingga menjadi sekarang ini. Sungguh suatu yang patut saya syukuri,” katanya.

Foto: Pengurus KEKAL UNDIP

Berkaca pada perjalanan karirnya, Djoko yang sering mendapat penghargaan baik nasional maupun internasional menyarankan agar para mahasiswa UNDIP terutama adik kelas yang harus belajar di tengah pandemi, mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini. “Harus aktif membangun jejaring dan terus mencari berbagai pengetahuan yang akan menjadi bekal setelah menyelesaikan studinya. Di masa pendemi ilmu dapat diperoleh dari acara webinar, kuliah online, pertemuan di Zoom, dan lainnya. UNDIP juga harus membuka diri untuk dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan para alumni yang saat ini berkarya di berbagai tempat. Jangan putus semangat belajarnya meski kita tengah mengalami pandemi,” ujar Djoko yang juga sering menjadi pembicara seminar-seminar nasional hingga Internasional.

Mengenai arti kesuksesan, menurut dia sifatnya relatif. Yang utama untuk dilakukan saat ini adalah bagaimana membangun semangat dalam belajar. Apapun cita-citanya harus menjadi motivasi hidup. “Alhamdulillah cita-cita saya sekolah tinggi bisa tercapai. Saat ini saya masih eselon 2, doakan sebentar lagi dapat bersaing untuk menempati posisi eselon 1,” Pinta Djoko yang sudah menulis beberapa buku. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

Kisah Sukses Benaya, Alumni FPIK UNDIP Jadi Peneliti Internasional Perikanan dan Konservasi Hiu Masyarakat Pesisir

Kisah Sukses Benaya, Alumni FPIK UNDIP Jadi Peneliti Internasional Perikanan dan Konservasi Hiu Masyarakat Pesisir

FPIK, SEMARANG – Kisah sukses para alumni memang selalu menjadi kebanggaan dan buah bibir tersendiri bagi perguruan tinggi, bahkan sering menjadi inspirasi bagi para adik kelasnya. Salah satunya adalah Benaya Meitasari Simeon (31), seorang peneliti di IUCN (International Union for Conservation of Nature) Species Survival Commission (SSC) – Shark Specialist Group. Alumni Program Studi (Prodi) Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan (sekarang Prodi Perikanan Tangkap) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP) tahun 2012 adalah seorang spesialis ikan hiu di Komisi Penyelamatan Spesies (SSC) IUCN, sebuah komisi khusus yang bertujuan pelestarian spesies di seluruh dunia. Badan yang didirikan 1948 dan berpusat di Gland, Swiss beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah dan ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara.

Benaya saat ini tergabung dalam jaringan ilmuwan yang terdiri dari ribuan ahli dan relawan dari seluruh negara di dunia yang bekerja dengan visi “sebuah dunia yang menghargai dan mengkonservasi keanekaragaman hayati” mulai mencintai masalah kelautan sejak menjadi mahasiswa. Perempuan kelahiran Semarang, 29 Mei 1990 itu kini dipercaya sebagai peneliti yang fokus pada perikanan dan konservasi laut Hiu dan Pari di pesisir Jawa Tengah. “Tahun 2021 ini saya menjadi salah satu anggota dari IUCN Species Survival Commission – Shark Specialist Group. Bersama IUCN banyak peneliti internasional, kami mengkaji kerentanan populasi Hiu baik di tingkat regional hingga global,” kata Benaya saat diwawancara, Sabtu (3/7/2021).

Sosok yang senang belajar tentang kehidupan kelautan khususnya pada ikan Hiu dan Pari ini memiliki banyak pengalaman bekerja. Di antaranya pada tahun 2017 dirinya diajak bergabung di salah satu lembaga non-profit Internasional yang bergerak di lingkungan hidup dan mendukung pemerintah untuk melakukan pengelolaan perikanan Hiu dan Pari di Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian pada tahun 2018, dirinya menyelesaikan Training Conservation Leadership Program (CLP) bersama para konservasionis muda dari negara-negara di Asia – Pasifik. “Sehingga, melalui pengalaman ini, saya seringkali diundang menjadi pelatih identifikasi Hiu baik di tingkat nasional hingga tingkat regional.” terangnya.

Menurutnya, sebagai perempuan yang bergerak di bidang konservasi dengan pendekatan perikanan bukanlah hal yang mudah. Dengan pengalaman yang dimiliki, seringkali diundang oleh Badan Pangan Dunia FAO untuk mendiskusikan kondisi Hiu dan Pari sebagai perwakilan Indonesia, di antaranya saat pertemuan di Vigo Spanyol 2018 dan di Kochi India pada tahun 2019. “Pada tahun 2019, saya juga diajak bergabung dengan gerakan konservasionis internasional untuk menumbuhkan harapan tentang bumi ini dan mempresentasikan kondisi perikanan Hiu dan Pari di Indonesia dalam Conservasion Optimism di Universitas Oxford,” tambah perempuan yang juga lulusan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Teknologi Perikanan Laut.

Hingga saat ini perempuan lulusan SMP PL Domenico Savio ini aktif mendukung pemerintah pusat baik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) maupun LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk melakukan penelitian dan pengelolaan Hiu dan Pari. Bukan hanya pemerintah, melalui konsorsium bernama Fisheries Resource Center of Indonesia dia juga aktif mendukung mahasiswa, LSM & komunitas lokal (LATUN Bengkulu & Sawfish Indonesia di Merauke) untuk melakukan riset dan pengelolaan Hiu dan Pari di Indonesia. Dari kegiatan yang dilakukannya, pecinta musik ini sudah meraih beberapa penghargaan terkait dengan bidang kelautan dan perikanan. Secara jujur dia mengakui sangat terkesan saat belajar di kampus UNDIP, meskipun FPIK waktu itu bukan merupakan jurusan pertama yang dipilih. Namun selama belajar di FPIK UNDIP, dirinya diperkenalkan kepada banyak hal yang sangat menyentuh hati. Salah satunya melihat masyarakat pesisir yang dinamis, keanekaragaman hayati laut Indonesia yang kaya, dan sumber daya ikan Indonesia yang harus dikelola.

Lokasi kampus UNDIP yang sangat strategis, berada di kota pesisir, membuat dirinya dengan mudah dapat melihat kondisi perikanan di Pantai Utara Jawa yang menjadi barometer perikanan Indonesia. Dia menegaskan, ilmu tidak hanya diperoleh dari buku dan teori, namun bisa diperoleh melalui praktik implementatif untuk pengelolaan perikanan di Indonesia. Dengan dukungan dosen-dosen dan keluarga alumni membuat dirinya mendapat banyak peluang belajar dan berkarya baik di tingkat Nasional hingga Internasional. “FPIK UNDIP memperkenalkan saya terhadap banyak nilai-nilai hidup dan mimpi-mimpi baru yang ingin saya capai melalui karier saya untuk ekosistem laut Indonesia yang sehat dan masyarakat pesisir yang sejahtera,” ujar alumni SMA Krista Mitra Semarang.

Berkaca pada perjalanan karirnya, Benaya menyarankan agar para mahasiswa terutama adik kelas yang harus belajar di tengah pandemi mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini. Dia menyebutkan saat ini merupakan masa yang berat untuk semua orang, namun justru cara beradaptasi pada masa pandemi ini mendobrak banyak batasan-batasan yang menjadi penghalang. Tentunya, dengan terus melakukan pembelajaran diri secara maksimal sesuai dengan protokol kesehatan sebagai pemahaman barunya. “Dengan metode online, mahasiswa dapat banyak belajar di webinar-webinar dan mendapatkan banyak pengalaman yang tidak bisa didapatkan oleh generasi-generasi sebelumnya. Tetap semangat untuk menggapai cita-cita dan membangun Indonesia,” pungkas Benaya yang juga aktif membuat film-film pendek tentang dunia kelautan dan konsevasi laut masyarakat pesisir Jawa Tengah. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)