Opening ITroSCo 2021

Opening ITroSCo 2021

FPIK, SEMARANG – Today (18/8), the first day of the opening ITroSCo (International Tropical Summer Course) 2021, was held via zoom platform due to Covid-19 Pandemic. The event started at 4 pm West Indonesia Time, exhibiting AIS (Archipelagic and Island States) video, then continued with the introduction of ITroSCo and the background biography video of Diponegoro University.

After the videos ended, ITroSCo 2021 was proudly opened by Faculty of Fisheries and Marine Sciences Dean, Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D., and our Vice Dean, Dr. Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D. As the show goes on, having the date located one day after Indonesia’s Independence Day, all of the Buddies, consisting of 20 undergraduate students from the Faculty of Fisheries and Marine Science, appeared with red and white flags on their respective cheeks. As Indonesian, we were showing that they are still proud to live and ready to continue the legacy from their ancestors, especially for the fisheries and marine districts. With that fact, the opening continues with all of the attendees singing the national anthem Indonesia Raya.

The following agenda is an opening speech from Mr. Eko Susanto, S.PI., M.Sc., Ph.D., as the Head Committee of ITroSCo 2021. It was followed by the official inauguration by Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D. as the Dean of the faculty, officially opened the annual summer course for this year. The event continues to get introduced by its Vice Head Committee, Mr. Seto Windarto, S.Pi., M.Sc., MP. to introduce the faculty’s academic staff, guests, and the participants. Light talk and easy topic conversation happened at this time within the great atmosphere surrounding the event.

Photo: The Dean of Faculty of Fisheries and Marine Science.

Mr. Eko Susanto explained the history of ITroSCo, knowing that this event has been held since 2019. He also introduced various notable speakers for the lectures that will give the participants countless valuable knowledge from Indonesia and other countries. Teaching methods and rules for all participants were also explained by him, knowing that they were going to spend two weeks straight in this course. Hoping all of the people that are involved in this event can cooperate. From this part, the theme for this year’s ITroSCo event is ‘Traditional Fisheries Technology in Indonesia for Sustainable Eco-Development’ with 66 students from 14 countries.

For the next part, Dr. Mada Triandala Sibero, S.PI., M.Si shared slides per slide, showing several groups that consisted of several participants, with each team having 6-7 people. The Buddies that will accompany all participants also got introduced to their respective partners and groups. Dr. Mada also introduced two big projects from this year’s ITroSCo event, aside from various valuable lectures, ITroSCo’s Got Talent (IGT) and Cultural Exchange. We hope all participants will contribute to these projects and show all the things that may be hidden for too long. The winner from these projects will be allowed to join next year’s ITroSCo event, and if it is held offline, the committee will give the fund.

Photo: The Participants of ITroSCo 2021.

The event was closed by a brief light talk between Amanda, the Master of Ceremony, with one of the participants. Also, an ice-breaking session, playing a game called Mentimeter, that that day’s Person led in Charge, Rayen. The event ended with a huge smile and sighs of relief, knowing that its crucial opening went smoothly, encouraged by all the excitement that radiated from people involved in this event. Another national song from Indonesia, 17 Agustus (August 17th), was played while the committees and buddies bid their goodbyes to all participants. We can not wait to see them again tomorrow for their first lecture. (Committee of ITroSCo 2021)

Guru Besar FPIK UNDIP Prediksi Semarang Tenggelam Terhitung 50 Tahun dari Sekarang

Guru Besar FPIK UNDIP Prediksi Semarang Tenggelam Terhitung 50 Tahun dari Sekarang

FPIK, SEMARANG – Kawasan Pesisir Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan sekitarnya diprediksi bakal tenggelam sekitar 50 tahun lagi. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, ST., M.Si mengungkapkan prediksi itu diperkuat dengan hujan yang menjadi pemicu banjir di Kota Semarang awal tahun lalu.

“Jadi bisa lebih cepat dari 50 tahun. Yang tergenang itu sekarang di daerah Semarang Utara itu, di Tugu juga sudah mulai parah, perbatasan dengan Demak juga,” kata Prof Denny yang juga peneliti senior di Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) UNDIP, saat dihubungi detikcom, Rabu (4/8/2021). “Keparahan terlihat ketika hujan awal tahun yang sampai banjir di kampus Unissula, itu membuktikan drainase sudah tidak bisa membuang air ke laut dengan gravitasi karena tanahnya lebih rendah dari air laut,” sambungnya.

Prof Denny menyatakan penyebab tenggelamnya Kota Semarang bagian utara terjadi karena penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah yang masif. Selain itu, penurunan muka tanah di Semarang beragam dengan rata-rata 10-12 sentimeter per tahun. “Penurunan tanah beragam ada 2 cm, 3 cm, 5 cm, sampai rata-rata 10-12 cm per tahun. Penggunaan air tanah berlebihan, jadi tanah cepat turun. Selain itu sifat sedimentasi di pantai Semarang itu sedimentasi aluvial. Pernah dengar kan dulu Semarang itu sampai daerah Sam Po Kong adalah perairan? Nah, ini seperti mau kembali,” jelasnya.

Dia menambahkan pemanasan global juga berdampak pada meningkatnya air laut. Dia pun berharap pemerintah tegas dalam penataan ruang berbasis mitigasi rob. “Penataan ruang harus berbasis mitigasi rob. Daerah kantong air tidak boleh lagi dilakukan pembangunan baik komersil atau pemukiman,” terang pengajar di Departemen Oseanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP ini.

Tak hanya itu, Prof Denny berharap proyek Tol Semarang-Demak yang dirancang sekaligus sebagai tanggul bisa terwujud sesuai desain teknis. Sehingga diharapkan bisa menjadi solusi banjir rob di Semarang dan Demak. “Tol Semarang-Demak itu kan untuk jalan, untuk pemanfaatan tanggulnya harus sangat hati-hati, Mudah-mudahan bisa mengatasi masalah,” ujarnya. Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyebut sudah ada kajian soal tenggelamnya ketiga daerahnya itu (Pekalongan – Semarang – Demak). Menurutnya, hal yang harus dilakukan ialah bersama-sama menjaga lingkungan. Sementara pemerintah harus disiplin dalam memberikan izin penggunaan lahan sesuai fungsinya.

“Akan tenggelam kalau semua tidak menjaga lingkungan, maka tata ruang harus dikendalikan, penanaman dilakukan. Sehingga kalau kita mau memanfaatkan ruang itu harus betul-betul disiplin,” ujar orang nomor satu di Jawa Tengah. (Adm | Sumber: detik.com)

Referensi berita: detikcom

Ranny Ramadhani, Alumni Ilmu Kelautan FPIK UNDIP Diakui DIVE Magazine Sebagai Women in Conservation

Ranny Ramadhani, Alumni Ilmu Kelautan FPIK UNDIP Diakui DIVE Magazine Sebagai Women in Conservation

FPIK, SEMARANG – Bagi Ranny Ramadhani Yuneni, hasrat untuk ikut menjaga kelestarian dunia kelautan dirasakan mulai tertanam sejak dirinya kuliah di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada tahun 2009. Saat menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP, Ranny merasa bahwa pilihannya tepat dan dia benar-benar jatuh cinta pada kelautan. Oleh karena itu, setelah lulus, perempuan kelahiran Cilacap 20 Maret 1991 ini memilih berkativitas di bidang kelautan secara total. Sejak tahun 2013, dia memilih bekerja di WWF (World Wide Fund for Nature) Indonesia.  “Saat ini saya menjadi anggota WWF Indonesia pada Progam Kelautan dan Perikanan di Indonesia, khususnya mengkoordinir Spesialis Konservasi Hiu dan Pari,” kata Ranny saat diwawancara, Kamis (15/7/2021).

Ranny yang saat ini tengah menyelesaikan Program Studi Magister (S2) Ilmu Lingkungan Pascasarjana di Universitas Udayana Bali, mengaku bekerja dalam isu spesies laut (marine species) terutama Marine Megafauna seperti Hiu dan Pari. Sudah sembilan tahun lebih menjalani kegiatan di konservasi dan kelautan, alumni SMA N 2 Tanggerang ini mengaku tekadnya terjun ke bidang ini semakin kuat setelah bergabung di Marine Diving Club (MDC) sebagai anggota angkatan XVII sejak tahun 2010.

“Setelah itu, saya bereksplorasi menyelam di banyak perairan dalam dan luar negara Indonesia dengan setidaknya >450 logs dive dengan level Advance OW PADI. Dalam memulai karir, saya ditempatkan di area yang cukup terpencil di Raja Ampat Papua untuk mengedukasi anak-anak terkait dengan pentingnya mencintai dan merawat terumbu karang dan Hiu di lautan,” dia menuturkan pengalamannya. Atas kecintaan dan konsistensi dalam merawat spesies yang ada di laut, saat masih berusia 20 tahun, Ranny dinobatkan menjadi Manta Ambassador untuk mendukung adanya riset berkala Pari Manta di Kepulauan Komodo, Nusa Tenggara Timur tahun 2013. Sejak itu pula dia semakin konsisten mendukung pemerintah dalam pengelolaan Hiu dan Pari secara berkelanjutan.

Foto: Dikutip dari halaman Instagram milik Sally Snow

on a dive to recover an acoustic receiver with #LAMAVE and @wwfphilippines in the Sulu Sea”

Ia juga terus berinovasi dalam pengembangan teknologi mitigasi bycatch spesies laut dengan tujuan meningkatkan keloloshidupan (survival rate) spesies-spesies tersebut yang tertangkap secara tidak sengaja (bycatch). Selain itu, dia juga mendukung beberapa riset daya dukung wisata penyelaman di kawasan perlindungan laut dan aktif berperan dalam kampanye penurunan konsumsi hiu di WWF Indonesia yang dikenal dengan #SOSharks Campaign.

“Sebagai alumni UNDIP, saya sangat bangga. Banyak ilmu tentang kelautan yang saya peroleh di kampus yang sangat membantu dalam kegiatan yang saya lakukan sekarang. Bagi saya arti kesuksesan adalah dapat membagi ilmu seluas-luasnya dan dapat berperan untuk me-“mainstreaming”kan spesies laut terutama Hiu dan Pari di Indonesia,” terang perempuan alumni SMP N 1 Tanggerang.

Keterlibatannya dalam penelitian atau riset tentang dunia kelautan sekarang ini juga makin intens. Dalam program konservasi Hiu-Pari yang melibatkan lebih dari 60 mahasiswa misalnya, cakupan kegiatannya sudah menyebar dari wilayah Indonesia bagian Barat hingga Timur. Tak heran kalau namanya tercantum dalam berbagai publikasi seperti skripsi, tesis dan jurnal di 22 Universitas di Indonesia; juga kontribusinya dalam penyediaan data kelautan secara nasional. Ranny juga terus giat menginisiasi pelaksanaan Hiu-Pari Indonesia yang digelar sejak tahun 2015 sampai tahun 2021. Di forum ini, lebih dari 350 riset nasional dan regional yang telah dipresentasikan, mulai dari biologi-ekologi, sosial-ekonomi, serta pengelolaan-konservasi. Ranny juga aktif dalam Threatened Species Working Group (TSWG) CTI-CFF yang melingkupi enam (6) negara di area segitiga terumbu karang dunia.

Foto: Dikutip dari halaman undip.ac.id

Foto: Ranny mengenakan baju warna merah. Dikutip dari halaman Instagram milik Riyanni Djangkaru Serunya liburan di Bali, semakin banyak turis dari penjuru dunia yang memilih bersenang-senang disini. Ada yang memilih paket liburan hemat….”

Foto: Dikutip dari halaman Instagram milik Ranny RamadhaniThere is always more to thank for than to complain about ???? But anyway, menyelam dengan Pari Manta itu selalu menjadi salah satu pengalaman yang gak pernah bosan dilakukan! ….

Foto: Ranny Ramadhani Yuneni, alumni Program Studi Ilmu Kelautan angkatan 2009.

Selama karirnya, perempuan yang sudah menjadi member Shark Specialist Group (SSG) Asia (sebelumnya hanya Asia Tenggara) International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2016 ini mendapatkan pengakuan sebagai Women in Conservation di DIVE Magazine United Kingdom, dan dari WWF-Singapore dalam isu penyelamatan spesies terutama Pari Manta (manta rescue issue) dan spesies laut lainnya. “Seneng banget, ini merupakan penghargaan yang luar biasa dalam karir saya. Tidak mudah mendapatkan penghargaan yang diinisiasi dari luar negeri ini,” ujar Ranny yang juga pernah magang di Species Endagered, Thretened and Protected (ETP) Jawa Timur, Maluku hingga Dobo – Kepulauan Aru.

Saran buat para mahasiswa UNDIP di tengah pandemi Covid-19, Ranny menyampaikan, agar mahasiswa sering-sering membuka laman Linkedin, terus perbanyak jaringan/networking dari semua lini baik itu pemerintahan, akademisi, NGO/LSM, dan swasta. “Selain itu, jangan lupa bahwa alumni FPIK UNDIP juga tersebar di mana – mana, sehingga bertanya ataupun berkomunikasi dengan alumni juga sangat membantu mahasiswa saat ini untuk memberikan insight. Semangat!,” pungkasnya. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)

FPIK UNDIP Aplikasikan “Kampus Merdeka” Sejak Dulu, Terbukti dari Kisah Yelfia

FPIK UNDIP Aplikasikan “Kampus Merdeka” Sejak Dulu, Terbukti dari Kisah Yelfia

FPIK, SEMARANG -​ Program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar yang telah diberlakukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makariem sejak tahun 2019 terus dikembangkan di berbagai perguruan tinggi. Tidak terkecuali Universitas Diponegoro (UNDIP), khususnya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Program tersebut sesuai dengan tujuan UNDIP sebagai universitas riset yaitu untuk menghasilkan lulusan yang COMPLETE, dan unggul di kancah nasional maupun internasional.

Upaya FPIK dalam mendukung program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar sudah diaplikasikan sejak lama. Tidak sedikit hubungan kerjasama yang telah dilakukan FPIK bersama kampus-kampus luar negeri, selain itu jejak prestasi alumni yang meningkatkan kredibilitas FPIK di masyarakat. Salah satu alumni FPIK, bernama Yelfia, yang berhasil menjadi role model dalam dunia bisnis makanan olahan ikan. Dahulu Yelfia adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK UNDIP. Berkat kegigihan, keuletan, motivasi, semangat inovasi belajar dan jiwa wirausahanya, kini Yelfia berhasil merintis usaha makanan olahan ikan berlabel MaRiSa Food yang justru secara akademik berada di luar disiplin ilmunya. Usaha makanan olahan ikan yang dijalani Yelfia ini, masuk dalam kategori disiplin ilmu Teknologi Hasil Perikanan.

Yelfia mengaku keberhasilannya dalam merintis usaha ini tidak luput dari peran FPIK UNDIP dalam membimbingnya ketika duduk di bangku kuliah. “Ya benar sekali, waktu saya kuliah, saya tertarik sekali dengan mata kuliah kewirausahaan, dari situ saya belajar banyak,” kata Yelfia.

Di tangan Yelfia, ikan lele menjadi berbagai macam produk olahan yang menarik. Ia mendirikan MaRiSa Food pada tahun 2011 dengan membuat produk makanan berbahan dasar ikan lele. Awalnya ia mengolah lele menjadi abon lele saja namun kini telah berkembang menghasilkan berbagai produk olahan ikan seperti ladrik, kripik kulit, fillet crispy, bakso, fish roll, nugget, tahu bakso, pastel abon dan otak-otak.

“Usaha yang saya jalani sekarang tidak terlepas dari latar belakang pendidikan di Jurusan Perikanan. Lulus kuliah saya bekerja di perusahaan swasta nasional, yang bergerak dibidang pengolahan ikan. Tiga tahun bekerja di sana, saya resign kemudian 1,5 tahun berikutnya saya mulai merintis usaha olahan ikan berbekal pengalaman kerja dan ilmu akademis yang dimiliki. Tentu modalnya adalah kesabaran, keuletan, terus berinovasi dan selalu konsisten untuk menghasilkan produk yang hiegenis, aman dan bergizi,” tuturnya.

Foto: Dua varian produk MaRISa Food

“Awal-awal pemasaran produk MaRISa Food dari rumah ke rumah, melalui media sosial, selanjutnya mendapatkan izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) dan bergabung dalam program Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Purbalingga hingga pada akhirnya bisa memasuki toko-toko modern. Produk kami tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti borax, MSG dan bahan pengawet lainnya, sehingga terjamin mutunya dan aman dikonsumsi. Kedepan saya berharap tidak hanya mengolah ikan lele tetapi juga bervariasi dan berinovasi mengolah jenis ikan yang lain,” lanjutnya.

Yelfia mengatakan FPIK merupakan jurusan yang yang sesuai dengan passion-nya, ia masuk melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) angkatan tahun 2002 dan lulus pada tahun 2006. “Pengalaman menjadi mahasiswa UNDIP tentunya banyak sekali, terutama mendapatkan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat dan saya butuhkan dalam dunia kerja, saya mempunyai fighting spirit, berjuang dalam keterbatasan, membagi waktu antara menjadi akademisi dan berorganisasi,” ungkapnya.

Program Kampus Merdeka – Merdeka Belajar merupakan bentuk dukungan institusi termasuk perguruan tinggi dalam menjalankan program Kampus Merdeka. Diharapkan dengan diadakan program seperti ini bisa membantu pemerintah dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berprestasi. (Kutipan dari: undip.ac.id | Adm)

Cari tahu selengkapnya tentang MaRISa Food di Instagram dan Website.

Djoko Hartoyo Alumni UNDIP yang Dipercaya Jadi Asdep Menko Maritim dan Investasi

Djoko Hartoyo Alumni UNDIP yang Dipercaya Jadi Asdep Menko Maritim dan Investasi

FPIK, SEMARANG – Di usia kurang lebih 63 tahun, Universitas Diponegoro (UNDIP) yang didirikan pada tanggal 9 Januari 1957 sebagai Perguruan Tinggi Swasta dan baru mendapat status sebagai Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 1961 dalam perjalannya banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Beberapa menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Salah satunya adalah Djoko Hartoyo, sosok yang kini dipercaya sebagai Asisten Deputi (Asdep) Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves) RI sejak tahun 2019 sampai sekarang.

Djoko yang merupakan alumni angkatan pertama dan lulusan pertama Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) yang saat ini menjadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNDIP pada 1992 tersebut sudah berada di kementerian ketika masih bernama Kemenko Kemaritiman RI (2014-2019). “Saat ini tugas saya di pemerintahan Presiden Jokowi sebagai Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah Kemenko Marves RI. Tugas utamanya melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dari semua stakeholder,” kata Djoko Hartoyo saat diwawancara, Selasa (6/7/2021).

Dalam posisi itu dia harus melakukan koordinasi dengan mitra kerja dari lembaga lain mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemda Provinsi maupun Kabupaten/kota. “Jadi kalau permasalahan kita selesaikan, misalkan untuk membangun jalan melewati hutan produksi jadi ada PUPR dalam hal ini Bina Marga, ada KLHK yang dalam hal ini adalah Ditjen Planologi dan KSDAE, serta Pemda,” jelas laki-laki kelahiran Cilacap, 20 Oktober 1968.

Yang terbaru, saat ini, Djoko yang juga alumnus Magister Ilmu Kelautan Universitas New Wales Selatan, Sydney – Australia 2002 tengah disibukkan menangani pengembangan industri dan perkotaan baru Rebana (Cirebon-Patimban-Kertajati) yang mulai digarap pada Juli 2021. Sebanyak 88 proyek prioritas infrastruktur disiapkan untuk pengembangan kawasan dengan alokasi anggaran senilai Rp 240,75 triliun.

“Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum pengembangan kawasan Rebana masih kami tunggu. Kalau Perpres sudah terbit, kami akan langsung bergerak meski sekarang pun penyiapan dan pematangan program pembangunan kawasan Rebana tetap kami lakukan,” kata Djoko yang juga ambil Program Profesi Insinyur, UGM tahun 2020.

Menurut dia, program lain yang harus ditanganinya adalah pembangunan dan rehabilitasi beberapa waduk. Program yang merupakan bagian dari pengembangan kawasan terintegrasi itu melibatkan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah, termasuk dukungan anggaran dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan sektor swasta. ”Sampai tahun 2022, kami fokus pada persiapan. Selama ini, masalah utama proyek infrastruktur adalah lahan. Ini akan menjadi perhatian utama,” imbuhnya.

Djoko Hartoyo yang kini menjabat Ketua Keluarga Alumni Kelautan dan Oseanografi (KEKAL) UNDIP ini mengakui bekal yang diperoleh dari almamaternya sangat membantunya dalam pengembangan karier. Yang pasti, dia sangat terkesan saat belajar di kampus UNDIP. Selama belajar di UNDIP dirinya diperkenalkan kepada banyak hal khususnya di Ilmu dan Teknologi Kelautan. “Selaku alumni saya mengucapkan terima kasih kepada UNDIP sebagai lembaga yang turut membentuk karakter dan keahlian saya. Khususnya kepada para dosen yang selalu membimbingnya hingga menjadi sekarang ini. Sungguh suatu yang patut saya syukuri,” katanya.

Foto: Pengurus KEKAL UNDIP

Berkaca pada perjalanan karirnya, Djoko yang sering mendapat penghargaan baik nasional maupun internasional menyarankan agar para mahasiswa UNDIP terutama adik kelas yang harus belajar di tengah pandemi, mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini. “Harus aktif membangun jejaring dan terus mencari berbagai pengetahuan yang akan menjadi bekal setelah menyelesaikan studinya. Di masa pendemi ilmu dapat diperoleh dari acara webinar, kuliah online, pertemuan di Zoom, dan lainnya. UNDIP juga harus membuka diri untuk dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan para alumni yang saat ini berkarya di berbagai tempat. Jangan putus semangat belajarnya meski kita tengah mengalami pandemi,” ujar Djoko yang juga sering menjadi pembicara seminar-seminar nasional hingga Internasional.

Mengenai arti kesuksesan, menurut dia sifatnya relatif. Yang utama untuk dilakukan saat ini adalah bagaimana membangun semangat dalam belajar. Apapun cita-citanya harus menjadi motivasi hidup. “Alhamdulillah cita-cita saya sekolah tinggi bisa tercapai. Saat ini saya masih eselon 2, doakan sebentar lagi dapat bersaing untuk menempati posisi eselon 1,” Pinta Djoko yang sudah menulis beberapa buku. (Sumber: undip.ac.id | Tim Humas UNDIP)