FPIK, SEMARANG -​​ Universitas Diponegoro kembali mengukir peristiwa sejarah yang luar biasa yakni Pengukuhan Guru Besar dengan jumlah terbanyak sepanjang tahun 2023 ini sejumlah 42 (empat puluh dua) Guru Besar. Acara prosesi pengukuhan Guru Besar akan berlangsung 2 (dua) tahap. Diawali prosesi pengukuhan 25 (dua puluh lima) Guru Besar yang diagendakan pada rentang waktu mulai 5 s.d. 19 September 2023. Menyusul prosesi pengukuhan 17 (tujuh belas) Guru besar berikutnya. Prosesi pengukuhan digelar di gedung Prof Soedarto, SH kampus Undip Tembalang. Dalam satu hari prosesi pengukuhan terbagi dalam 2 (dua) sesi yakni sesi pagi dan siang. Saat ini Universitas Diponegoro memiliki 195 (seratus sembilan puluh lima) guru besar aktif.

Pada Kamis (7/9) di Gedung Prof. Soedarto, S.H. Undip Tembalang. Ketiga guru besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Ir. Munasik, M.Sc. (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan); Prof. Dr. Drs. Hardi Warsono, M.T. (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik); dan Prof. Bagus Hario Setiadji, S.T, M.T., Ph.D. (Fakultas Teknik).

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Munasik

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Hardi

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Bagus

Prof. Munasik menyampaikan pidato dengan berjudul “Desain Ekologis Pintar Artificial Patch Reef untuk Pemulihan Ekosistem Terumbu Karang Indonesia”. Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang terluas di dunia, hampir seperlima dari seluruh luasan terumbu karang global dengan keragaman jenis tertinggi. Akan tetapi kesehatan ekosistem tersebut menurun, hingga kondisi terbaiknya hanya tersisa kurang dari 10%. Untuk itu upaya pemulihan terumbu karang diperlukan melalui restorasi agar ekosistem tersebut tidak punah.

“Desain ekologis pintar Artificial Patch Reefs (APR) memberikan solusi pemulihan ekosistem terumbu karang, yaitu terbentuknya habitat baru lebih cepat, hemat, sehingga hasilnya dapat berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan (SDGs) terutama dalam peningkatan indeks kualitas lingkungan hidup dan indeks kesehatan laut Indonesia,” terangnya.

Sementara Prof. Hardi membawakan pidato ilmiah berjudul “Collaborative Governance dan Reformasi Birokrasi dalam Kerjasama Daerah Menuju Indonesia Emas 2045”. Deliniasi kawasan administratif seringkali tidak sama dengan deliniasi fungsional. Fungsi alamiah seperti daerah aliran sungai (DAS), jalan regional, sebaran penyakit, baik penyakit fisik maupun sosial  sering kali melewati batas wilayah administratif.  Oleh karena itu, penanganan masalah yang sepotong-sepotong sebatas wilayah administratif sering kali tidak efektif, oleh karenanya diperlukan sinergi melalui kerjasama antar daerah.

“Untuk dapat mewujudkan Tata Kelola Birokrasi yang Collaborative menuju Indonesia Emas tahun 2045, diperlukan reformasi birokrasi terus menerus dalam pengelolaan kerjasama yang melibatkan dua atau lebih daerah otonom, tidak bisa lagi dikelola dengan pendekatan birokratis kaku, tetapi semestinya dikelola dengan pendekatan networking dan menuju kolaboratif,” ujar Prof Hardi.

Sedangkan Prof. Bagus menyampaikan kemantapan jalan merupakan suatu indikator yang menjadi target capaian kinerja dari instansi teknis kebinamargaan. Tingkat kemantapan jalan tidak bernilai tetap, tetapi selalu berfluktuasi selama umur layan perkerasan jalan.

“Pelibatan teknologi saat identifikasi, pengukuran dan kompilasi data kondisi fungsional jalan sangat direkomendasikan untuk menghindarkan adanya measurement error dan human error, ditambah dengan metode evaluasi yang ditingkatkan untuk mendapatkan hasil kondisi fungsional jalan yang lebih akurat,” pungkasnya.

Pada hari ketiga pengukuhan ini pula, Kamis (7/9) di Gedung Prof. Soedarto, S.H., Undip Tembalang. Guru besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Ir. Sarjito, M.App.Sc. (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan); Prof. Dr. Ing. Ir. Silviana., S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng. (Fakultas Teknik); dan Prof. nat. Ir. Thomas Triadi Putranto, S.T., M.Eng., IPU, ASEAN Eng. (Fakultas Teknik).

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Sarjito

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Silviana

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Thomas

Dalam pidato ilmiahnya tentang “Penanganan Penyakit Ikan Berbasis Bahan Alami dalam Rangka Mewujudkan Akuakultur Berkelanjutan”, Prof. Sarjito mengatakan banyak berbagai laporan kematian massal pada kegiatan akuakultur akibat penyakit ikan pada organisme akuakultur, antara lain, kepiting, krustasea, udang dan ikan ekonomis penting seperti kerapu, ikan lele dan nila, ikan mas, dan koi.  Upaya untuk menanggulangi ikan yang terserang penyakit umumnya masih menggunakan antibiotik dan bahan kemotherapi. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang lama dan dengan jumlah yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri patogen dan menghasilkan residu pada produk akuakultur serta munculnya anti mikrobial Resisten (AMR) di lingkungan perairan.

“Untuk menghindari efek negatif dari penggunaan antibiotik pada kegiatan akuakultur maka diperlukan alternatif pengobatan menggunakan bahan alami ramah lingkungan. Penyakit yang sering menyerang organisme akuakultur adalah akibat infeksi virus, jamur dan bakteri serta faktor lingkungan. Penggunaan bahan alamai, terutama tanaman alami dan bakteri asosiasi merupakan salah satu cara yang direkomendasikan bagi pembudidaya ikan, sekaligus menekan biaya produksi, menurunkan bakteri resistensi, mengurangi dampak terhadap lingkungan akuakultur dan sekaligus menjaga keamanan pangan,” jelasnya.

Dilanjutkan presentasi karya ilmiah Prof. Silviana yang berjudul “Pengembangan Teknologi Adsorben Selektif Berbahan Silika Termodifikasi untuk Peningkatan Kualitas Energi Alternatif”, membahas tentang fokus pengembangan teknologi material baru mengenai pembuatan partikel adsorben selektif berbahan silika bagi peruntukan peningkatan kualitas energi alternatif yaitu biodiesel, biogas, dan syngas. Partikel adsorben selektif yang terbentuk tersebut perlu dikonfirmasi dengan karakterisasi serta kajian kinetika untuk mendapatkan informasi lanjut akan kebutuhan partikel adsorben selektif berbahan silika termodifikasi dalam menurunkan konsentrasi impuritas dalam biodiesel, biogas, dan syngas.

“Tahap uji kelayakan produk adsorben tersebut dalam suatu proses pemurnian merupakan bagian dari peluang munculnya inovasi proses diagram alir produk berkualitas dengan ditunjukkan peningkatan nilai kalor, kemurnian, dan nilai ekonomi. Kendala yang muncul menjadi peluang untuk berkolaborasi dengan industri terkait baik sebagai fasilitator maupun konsultan,” ungkap Prof Silviana.

Sementara Prof. Thomas dalam materinya berjudul “Kondisi dan Rekomendasi Pengelolaan Air Tanah Berwawasan Lingkungan di Kota Semarang”, menjelaskan tentang besarnya pemanfaatan air tanah di Indonesia memberikan dampak pada ketersediaan dan kualitas air tanah. Pemanfaatan air tanah yang tidak berwawasan lingkungan akan memberikan dampak buruk terhadap kondisi air tanah. Dampak primer yang timbul sebagai akibat pengelolaan air yang kurang tepat adalah berkurangnya ketersediaan air tanah. Selanjutnya dapat muncul dampak lanjutan seperti penurunan muka tanah (land subsidance), masuknya air laut ke daratan (rob) dan peristiwa masuknya air laut ke dalam lapisan air tanah (intrusi air laut) yang dapat terjadi terutama di kawasan pesisir. Dampak-dampak yang muncul akan berakibat pada kerusakan lingkungan air tanah yang lebih luas, seperti penurunan kualitas air tanah.

“Kegiatan pengelolaan air tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pembangunan sumur pantau secara online/realtime untuk pengamatan muka air tanah dan kualitasnya, pembangunan sumur resapan dalam dan resapan dangkal, pemetaan potensi dan konfigurasi air tanah serta pemetaan zona pemanfaatan dan konservasi air tanah, pengawasan dan sosialisasi pengendalian pemanfaatan air tanah, serta pemodelan numerik aliran air tanah dan pergerakan partikel kontaminan,” pungkasnya.

Pada hari selasa (12/9) di Gedung Prof. Sudarto, S.H. Tembalang. Dalam pengukuhan sesi pagi, ketiga guru besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Dian Wijayanto, S.Pi., M.M., M.S.E. (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan); Prof. Dr. Ir. Endang Purbowati, M.P. (Fakultas Peternakan dan Pertanian); dan Prof. Dr. Ir. Heru Prastawa, D.E.A. (Fakultas Teknik).

 

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Dian Wijayanto

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Endang Purbowati

Foto: Prof. Yos bersama Prof. Heru Prastawa

Dalam pidato ilmiahnya Prof. Dian menyampaikan permasalahan overfishing (penangkapan berlebihan), ia menyebutkan saat ini telah menjadi permasalahan utama perikanan tangkap di dunia, termasuk Indonesia, yaitu sekitar 35% stok ikan dunia sudah mengalami overfished (eksploitasi berlebihan).  Hal itu perlu menjadi perhatian dunia mengingat perikanan tangkap memiliki kontribusi relatif besar dalam suplai pangan, penyediaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan maupun pertumbuhan ekonomi.

“Permasalahan penangkapan berlebihan dapat dicegah dan dikurangi melalui manajemen perikanan yang berkelanjutan, diantaranya penetapan jumlah tangkapan diperbolehkan (kuota), pembatasan pada alat, daerah penangkapan ikan, waktu penangkapan, ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap, jumlah armada dan upaya penangkapan, serta kebijakan pajak, subsidi, maupun lisensi. Tim peneliti dari Undip sudah mengembangkan beberapa model bioekonomi sebagai salah satu sumbangsih pada pengembangan ilmu bioekonomi,” terangnya.

Sementara Prof. Endang menyampaikan pidato ilmiahnya yang berjudul “Produksi Daging Domba Rendah Lemak, Berkelanjutan, dan Ramah Lingkungan: Sebuah Paradigma Baru”. Peningkatan jumlah populasi domba untuk pangan sangat tidak disarankan, mengingat gas metana akibat hasil pencernaan akan mempengaruhi perubahan iklim, ditambah semakin menipisnya lahan produksi pangan karena semakin bertambahnya lahan hunian. Solusinya, meningkatkan dan memperpendek waktu produksi. Saat ini konsumen menginginkan daging rendah lemak, sehingga perlu strategi dalam produksi daging domba rendah lemak, yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Produktivitas ternak dipengaruhi faktor ternak dan pakan. Penggemukan domba lepas sapih selama 3 bulan lebih efisien, serta dapat menghasilkan daging yang empuk dan rendah lemak pada bobot potong 20 kg.  Pakan komplit bentuk pellet untuk menghasilkan daging domba rendah lemak adalah dengan protein kasar (PK) 15% dan total digestible nutrients (TDN) 60%. Penggantian rumput gajah dengan sisa agroindustri tidak berdampak buruk terhadap lingkungan,” ungkapnya.

Selanjutnya Prof. Heru Prastawa dalam materi ilmiahnya yang berjudul “Rekayasa Faktor Manusia dan Masyarakat 5.0: Membentuk Masa Depan yang Berpusat pada Manusia” membahas pada masyarakat 5.0, masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0 untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Rekayasa Faktor Manusia/Human Factor Engineering/Ergonomi mempelajari prinsip-prinsip kerja yang dilakukan oleh manusia dalam hubungannya dengan elemen-elemen dalam sebuah sistem. Dalam Ergonomi, keterbatasan dan kelebihan manusia diharmonisasikan dalam sebuah sistem kerja untuk mencapai kinerja yang efisien, nyaman, aman, sehat dan efektif. Kehadiran Masyarakat 5.0 tidak dapat dihindari. Masyarakat dituntut untuk memiliki Kemampuan HOTS (High Order Thinking Skills) yaitu memiliki pemikiran kritis dan lebih cepat dalam menghasilkan solusi untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk menyikapi pengaruh Masyarakat 5.0, maka perlu meningkatkan kemampuan adaptability (beradaptasi), agility (kelincahan), mobility (mobilitas), dan reaktivity (reaktivitas) yang menjadi kata kunci dalam kehidupan masyarakat 5.0, juga perlunya meningkatkan kolaborasi dalam segala aspek.

“Rekayasa Faktor Manusia memainkan peran penting dalam membentuk masa depan yang berpusat pada manusia di Masyarakat 5.0. Dengan berfokus pada desain yang berpusat pada pengguna, memfasilitasi kolaborasi manusia-mesin, mengatasi adaptasi tenaga kerja, dan memperhatikan pertimbangan etis, HFE memastikan bahwa teknologi meningkatkan kesejahteraan, produktivitas, dan keberlanjutan,” pungkasnya. (LW/Warnoto-Humas)

“Begitu pesatnya peningkatan jumlah guru besar di Undip membuktikan keberhasilan program yang dijalankan yakni program OPOC (One Profesor One Candidate). Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah Guru Besar sesuai Rencana Strategis Universitas Diponegoro Tahun 2020-2024, yakni meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan profesional yakni salah satunya dengan meningkatkan jumlah profesor,” kata Rektor Universitas Diponegoro, Prof. Yos. (Adm)

Sumber: undip.ac.id